Selasa, 11 November 2008

MENGAPA CUSTOMER NGGAK COMPLAIN ?

uatu pagi ada seorang kepala cabang bank yang begitu sampai di kantornya langsung sekretarisnya mengatakan bahwa dia dipanggil direksi, pesannya sangat penting dan harus pagi itu juga menghadap. ”Wah kehormatan besar ” pikirnya, karena jarang-jarang seorang kepala cabang dipanggil direksi sepagi itu. Urusan performance cabang yang meningkat pikirnya, karena berdasarkan laporan tahunan yang dipublikasikan secara internal cabangnya menduduki peringkat 3 teratas dalam posisi menghasilkan keuntungan dibandingkan 180 cabang milik bank tersebut. Sesampai kantor direksi yang memanggil, setelah basa basi laiknya atasan kepada bawahan, sang kepala cabang disodori sebuah koran dan dikatakan ”tolong jelaskan kepada saya, mengapa hal tersebut dapat terjadi !”

Ditodong seperti itu jelas kaget bukan kepalang. Mana pagi ini dia berangkat ke kantor belum sempat baca koran karena pagi-pagi harus mengantar anak dulu ke sekolah. Ternyata yang disodorkan adalah surat pembaca yang isinya komplain keras nasabah bank tersebut ketika transaksi di cabangnya.

Mengapa direksi bank tersebut sangat concern terhadap surat pembaca yang dikirim nasabah ? bukannya itu hanya ungkapan kekecewaan 1 nasabah saja dan itu merupakan satu dari sekian banyak transaksi yang dilakukan oleh cabang tersebut dalam satu hari transaksi ?

Dalam pemasaran, kasus di atas ternyata masalahnya tidak sekedar kasus seorang nasabah yang menuliskan surat pembaca tersebut. Ada survey yang menyebutkan bahwa dari 100 konsumen yang sedang mengalami masalah, hanya 4 orang saja yang kemudian melakukan complain kepada perusahaan penyedia jasa. Artinya adalah bahwa hanya 1 dari 25 orang bermasalah yang mengutarakan masalahnya dalam bentuk complain. Yang lebih parah lagi sebenarnya adalah bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setiap 25 complain yang diterima oleh perusahaan, hanya 1 saja yang diteruskan (dan diketahui) oleh top management. Artinya adalah bahwa setiap kali ada 1 complain diketahui oleh top management, sebenarnya ada 25 x 25 = 625 pelanggan yang mengalami ketidak puasan. Kalau demikian yang terjadi makanya tidak mengherankan kalau direksi bank yang saya sebutkan di atas langsung bertindak dengan memanggil anak buahnya begitu ada komplain nasabah di koran.

Lalu mengapa hanya 1 dari 25 konsumen yang tidak puas yang mengekspresikan ketidak puasannya menjadi komplian ? apa yang dilakukan oleh orang kecewa yang lain ? ternyata banyak alternative yang tersedia. Ada yang diam saja dan memaklumi, kemudian ada yang tidak mengekspresikannya dalam bentuk komplain akan tetapi justru mengatakan kepada teman dan kerabatnya tentang kekecewaannya menggunakan merek tertentu. Sebagian lagi konsumen yang tidak komplain pergi begitu saja bahkan bersumpah tidak akan mau menggunakan jasa perusahaan itu lagi.

Beberapa tahun yang lalu saya memiliki kolega seorang wanita yang usianya sekitar 55 tahun. Karena kebutuhan transaksi keuangannya cukup banyak, saya tawarkan dia untuk menjadi nasabah bank tertentu yang akan banyak membantunya untuk mengelola keuangan dan memudahkan transaksi. Akan tetapi konsumen itu bilang ”dulu saya pernah kecewa sekali pada bank tersebut” saya jawab ”sekarang pelayanannya sudah sangat lain dan jauh meningkat” tetapi apa yang dikatakan sungguh mengejutkan : ” saya tetap tidak akan menggunakan bank tersebut”. Kasus ini mengajarkan kepada para marketer, ada kelompok konsumen yang memiliki karakter bahwa sekali dikecewakan tidak akan kembali lagi. Hasil survey …. bahkan mengatakan bahwa biaya untuk menarik kembali pelanggan yang pernah dikecewakan adalah 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan biasa untuk mendorong konsumen yang biasa-biasa saja menjadi konsumen loyal.

Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan konsumen yang kecewa tidak mengekspresikan ketidak puasannya menjadi complain ? ternyata setiap konsumen sebenarnya memiliki apa yang disebut belief tentang complain, yaitu : 1) konsumen tidak tahu kalau komplain harus ditujukan kepada siapa ? 2) konsumen percaya bahwa kalaupun komplain akan percuma saja. 3) konsumen beranggapan bahwa prosedur komplain selalu berbelit, dan 4) komplain yang dilakukan bisa jadi memperburuk keadaan.

Untuk yang pertama, banyak perusahaan yang tidak memberitahukan kepada konsumen apabila menghadapi masalah dalam penggunaan produknya, atau penyedia jasa yang tidak menginformasikan ke mana kalau kalau komplain apabila konsumen mengalami masalah. Hal ini dapat menyebabkan konsumen lalu diam saja atau apabila produk tersebut adalah jenis fast moving atau low involvement yang siklus pembeliannya pendek, pembelian berikutnya akan langsung pindah ke merek lain. Oleh karena itu apapun produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan, sebaiknya konsumen diinformasikan dengan jelas ke mana (telepon/website/alamat) harus komplain apabila menghadapi masalah tentang produk atau jasa yang dibelinya.

Yang kedua, ini cukup besar, konsumen sebenarnya memiliki kepercayaan bahwa kalaupun mereka komplain sebenarnya percuma saja. Walaupun ketika komplian ditanggapi secara serius, tetapi akhirnya akan menguap begitu saja. Kepercayaan konsumen ini tentu tidak lahir begitu saja, melainkan berdasarkan akumulasi dari pengalamannya sendiri ataupun pengalaman orang-orang di sekitarnya yang ditularkan kepadanya. Faktor informasi dari orang lain inilah sebenarnya juga ancaman bagi pemilik merek yang tidak menanggapi ketidak puasan konsumennya secara baik. Lalu bagaimana mengatasi kepercayaan yang sudah dimiliki oleh konsumen tersebut ? sekali lagi adalah faktor informasi dan komunikasi. Ketika seorang konsumen komplain, 1) konsumen harus diyakinkan bahwa komplainnya ditangani dengan baik dan 2) konsumen harus mengetahui bagaimana perkembangan penyelesaian masalah yang dikomplain tersebut. Kasus yang dialami oleh sebuah provider telekomunikasi di Jakarta menjadi contoh yang baik, yaitu bahwa tingkat penyelesaian masalah yang dikeluhkan oleh pelanggan sebenarnya sangat tinggi, akan tetapi karena ketika masalah tersebut selesai konsumen tidak diberitahu maka dianggap bahwa perusahaan tersebut belum melakukan perbaikan dan masalah selesai sendiri. Akibatnya adalah ketidak puasan konsumen terhadap penyelesaian masalah di perusahaan ini tetap tinggi.

Yang ketiga adalah sebuah perasaan wajar yang dialami oleh setiap konsumen. Ketika mereka akan komplain ternyata disuruh mengisi berbagai form dan menyerahkan form tersebut ke bagian-bagian tertentu dan akhirnya oleh bagian tersebut diminta lagi mengisi buku komplain atau ditanya berbagai hal. Prosedur seperti ini jelas saja tidak memudahkan konsumen yang sedang menghadapi masalah akan tetapi justru memperumit. Oleh karena itu sebaiknya konsumen dibebaskan menyampaikan keluhan dalam bentuk apapun, yang penting jelas. Kadang-kadang perusahaan menganggap konsumen mengada-ada, tetapi lebih baik perusahaan berasumsi positif saja, karena dengan adanya keluhan seperti ini sekaligus menguji prosedur operasi standar yang dimiliki oleh perusahaan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

Masalah yang keempat yang menyebabkan konsumen tidak mengekspresikan komplain seringkali terjadi pada sektor layanan publik. Sampai saat ini masih banyak yang beranggapan bahwa ketika lapor kehilangan kambing malah akan kehilangan sapi. Artinya adalah bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah justru lebih besar dari kerugian yang ditimbulkan oleh masalah itu sendiri.

Kalau kondisi konsumen untuk komplain saja tidak terlalu bersedia tersebut, bagaimana cara perusahaan untuk melakukan perbaikan internal agar kualitas layanan kepada konsumen semakin baik ? di sinilah arti pentingnya customer response centre atau di beberapa perusahaan sudah menginformasikan secara luas tentang pusat layanan pelanggan. Selain itu secara periodik sebaiknya dilakukan survey yang mengukur kepuasan pelanggan. Kalau dihitung biayanya, membangun sebuah pusat layanan pelanggan dan melakukan survey kepuasan pelanggan akan jauh lebih kecil biayanya dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menarik kembali nasabah yang tidak puas dan terlanjur menjadi pelanggan merek lain.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda