Rabu, 17 September 2008

“Ngangkut Sekali, Untung Berkali-kali”


barat tagline-nya, Grand Max mencetak prestasi penjualan. Dalam tempo empat bulan, Grand Max terjual 3.628 unit. Bahkan, sampai saat ini sudah ada 4.622 unit yang resmi di-indent. Apa kunci sukses dari mobil niaga keluaran Daihatsu ini?

Meski pasar passanger car kian marak belakangan ini, bukan berarti pasar mobil niaga sudah tidak berpotensi lagi. Data Gaikindo menunjukkan bahwa dari total pasar mobil yang beredar di Indonesia, 60%-nya masih dikuasai pasar mobil niaga. Angka itu sudah mencakup semua segmen di pasar mobil niaga, yakni segmen low commercial, medium commercial, hingga heavy truck.

Para pemain di pasar mobil niaga itu pun cukup variatif. Ada Suzuki, Mitsubishi, Daihatsu, dan Toyota. Sebagai pemain yang kini menduduki posisi nomor tiga di pasar tersebut—setelah Suzuki dan Mitsubishi—Daihatsu merasa perlu melakukan inovasi di deretan produk mobil niaga maupun rangkaian kampanye komunikasinya.

Paling anyar, tepatnya pertengahan November 2007 lalu, Daihatsu mengganti tipe Zebra PU menjadi Grand Max. Sebulan kemudian, Grand Max diproduksi. Hasilnya, tak mengecewakan. Mobil niaga bervarian dua dari Daihatsu itu—minibus dan pick up—begitu direspon positif oleh pasar. “Sampai sekarang, banyak yang indent. Jumlah yang indent dan sudah membayar down payment Grand Max sebesar Rp 1 juta, sudah mencapai 4.622 unit. Mereka harus menunggu 4-5 bulan,” papar Executive Officer Marketing Director PT Astra Daihatsu Motor Amelia Tjandra.

Sementara itu, berdasarkan data Gaikindo, hingga kini Grand Max sudah membukukan penjualan 3.628 unit. 70%-nya dikontribusi oleh wilayah Jawa, sisanya luar Jawa. Di Jawa sendiri, 40%-nya terjual di Jakarta. Bahkan, pada saat diluncurkan tahun 2007, Grand Max sudah terjual 1.301 unit. Dengan perolehan penjualan seperti itu, kini Grand Max resmi menguasai pangsa pasar di total mobil niaga sebesar 8,8%.

Ditambahkan Amelia, “Target Grand Max ke depannya akan menjadi 2.300 unit per bulan. Tetapi, saat ini kami hanya bisa penuhi sekitar 1.300-1.500 unit. Kami juga akan mengekspor Grand Max ke luar negeri setiap bulannya sekitar 1.000 unit.”

Keberhasilan Grand Max, tak lepas dari unique selling point yang dimilikinya. Mobil ini mempunyai kapasitas paling besar di kelasnya. Tak heran, kalau tag line yang kerap dikampanyekan ke target pasar Grand Max adalah “banyak muatnya, besar manfaatnya” untuk tipe minibus dan “ngangkut sekali, untung berkali-kali” untuk jenis yang pick up.

Yang makin menggiurkan para pebisnis kelas menengah—yang notabene menjadi target bidik Grand Max—adalah harga yang serupa dengan kompetitor. “Dengan harga yang sama dengan competitor, kami menawarkan dua keunggulan. Yakni, teknologi mesin DOCH yang membuat Grand Max menjadi lebih irit serta kapasitas atau muatan yang lebih besar,” yakin Amelia.

Menimbang ada dua tipe pembeli Grand Max, yaitu 75%-nya disumbang dari pembeli ritel, sisanya pembeli dalam partai besar, maka untuk urusan strategi komunikasi dan pemasaran, tim Grand Max tidak pukul rata. Strategi di-customize selaras dengan kebutuhan plus karakter dari tipe pemebli tersebut.

Untuk pasar UKM (Usaha Kecil Menengah) umpamanya, tim Grand Max aka terlebih dahulu melihat jenis usaha mereka. Selanjutnya, kata Amelia, ”Kami akan memberikan semacam solusi untuk membantu kegiatan usaha mereka.”

Lain lagi dengan pembeli parta besar. Menurutnya, para pengusaha besar akan diundang Daihatsu untuk ke Jepang serta mengikutkan mereka dalam sebuah seminar. Menariknya, pembeli partai besar ini dikelompokkan lagi menjadi platinum gold, silver, dan tegular. Kategori platinum dan gold adalah perushaan yang sifatnya nasional. ”Untuk kategori platinum misalnya, kami memberikan potongan harga sekitar 5-20%,” aku Amelia.

Pasar angkutan kota—atau akrab dikenal dengan istilah angkot—rupanya menjadi bagian dari target Grand Max. Maklum, salah satu varian dari Grand Max adalah minibus, yang notabene bisa dimanfaatkan untuk angkot. Untuk kategori angkot ini, Grand Max terbilang cerdik. Yaitu, cukup membidik para pengusaha angkot maupun penjual mobil angkot paling besar di satu wilayah.

Sebut saja pengusaha sekaligus penjual mobil angkot di Jakarta yang bernama Hj. Etty Mustam. Melalui Etty, Grand Max sudah menyuplai 100 unit Grand Max. Jadi, jangan heran kalau angkot bermerek Grand Max sudah banyak wara-wiri di jalanan ibukota. “Untuk pasar angkot, saat ini Daihatsu memang hanya menyuplai untuk Hj. Etty,” ujar Amelia, yang mengaku masih belum menyasar komunitas lantaran Grand Max masih terbilang pendatang baru.

Ketika launching, tim penjual Grand Max pun melakukan berbagai upaya pendekatan ke pasar. Salah satunya, mengiming-imingi 500 pembeli pertama dengan akan langsung memperoleh suplay Grand Max. Cukup dimaklumi, lantaran sampai saat ini produksi Grand Max memang masih belum banyak. ”Awalnya, tim penjual kami membuat list potensial customer dahulu. Kemudian, mereka didatangi dan kami berikan penawaran. Jika mereka bersedia membeli, maka dalam tempo satu minggu, mobil akan kami kirim,” urainya.

Diakui Amelia, promosi dalam bentuk above the line (ATL) memang tidak terlalu besar pengaruhnya atas jumlah transaksi Grand Max. Yaitu, hanya 12% saja dari total transaksi. Sebaliknya, yang paling berpengaruh atas transaksi justru program below the line (BTL). ”Sebab, mereka belum bisa percaya dan belum bisa memutuskan, sebelum dilakukan test drive. Berkat promosi BTL, pengaruh atas transaksi mencapai 60%. Sisanya, berasal dari influencer melalui word of mouth dari teman atau kerabat,” terang Amelia, yang mengaku budjet marketing hingga sekarang telah menghabiskan dana sampai Rp 5 miliar.
majalah mix

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda